Cerpen Dan Ku Tinggalkan Kenangan Nurlela menatap langit, rasanya mendung ini akan menurunkan
hujan, hujan sebagai sebuah berkah yang turun dari langit, membasahi apa yang
ada di bumi ini, menumbuhkannya, memberikan harapan atas apa yang ingin di
petik dari apa yang bumi tumbuhkan , dan memberi banyak rejeki.
Nurlela
Tapi apa yang ia punya, nggak ada sesuatupun yang di
harapkannya “ Cinta ? ah, rasanya kali ini ia nggak merasa memiliki apa yang di
sebut cinta, atau mungkin saja anak – anak yang akan membuatnya bahagia juga suami yang mencintainya ? ia, ingin
menepis ingatan itu, rasanya pula , hal itu sekarang nggak ia miliki lagi,
seperti awan, mendung di sela keberkahan yang di turunkannya pada bumi, sejenak
menghela napas.
Apa yang ia rasakan hanyalah selimut awan, gelap dan tak
mampu nurlela tepis, lama sudah ia sendiri, merajut hari tanpa seseorang dan
sesuatu , seperti yang di miliki orang lainnya, ya, sebuah kebahagiaan dalam
hidup, betapa malang dan derita yang ia rasa , walaupun ia menerima , apa yang
ia alami adalah sesuatu yang akan membawanya pada keadaan yang lebih baik lagi
di masa depan “ Semoga “ harapnya.
Nurlela
Ya, ini dulu, saat ia merasakan, betapa cinta itu terasa
menggelora, membakar hari dan juga kalbunya, menawarkan sesuatu yang indah dan
tak terucap kata, ada sedikit senyum mengimngat masa itu, masa di mana ia
mengenal Sapri, seorang pemuda pujaan hatinya .
Melalui hari bersamanya, ya nurlela hanya menjalani hari
demi hari dan rasanya ia tak memiliki pemikiran akan apa yang akan terjadi esok
hari, ya, sapri yang ganteng dan juga anak orang terpandang dan kaya, sungguh
sempurna di mata nurlela dan juga wanita –wanita yang memujanya, yang kala itu
menjadi saingan dirinya, demi mendapatkan hati sang pujaan, Sapri.
Lalu ia berkesempatan di pilihnya, dan akhirnya ia resmi
menjadi suaminya, rasanya kala itu nggak ada lagi kebagiaan yang menandingi
kebahagiaan nurlela, bersuami ganteng, kaya lagi , ya, ia hanya melihat keirian
dari para saingannya yang tak dapat meluluhkan hati sapri.
Tapi sayang, nggak begitu lama , setelah mempunyai anak
pertama ,ada sesuatu yang berubah dari diri sapri , pujaan hatinya. Apalagi
wanita yang dulu menginginkannya seakan mencibirnya sekarang, ya sapri mendua
tanpa ia tahu , dan ia masih nggak percaya akan kenyataan dari cerita orang –
orang padanya, ia hanya menafsirkan, mungkin cerita itu di buat karena keirian
mereka saja atas kebahagiaan yang aku miliki dengan sapri’ pikirnya.
Tapi ia juga sedikit percaya, bagaiman tidak , sapri seolah
memperlakukan dirinya bak seorang pembantu, semau gue dan cepat marah jika ia
ingatkan, nurlela hanya dapat menangis saat suatu hari sapri memakinya” Masak
air biar mateng ! ngapain lu mau – maunya sama pria ganteng he he bang opik
tertawa di kejauhan.
Belum lagi hinaan yang ia terima, dengan mengatakan bahwa
nurlela hanyalah seorang anak miskin yang menggantungkan harapan besar padanya
“ Saaa..kit sekali yang ia rasakan, itu juga ia jawab dengan tangisan , ya aku
akui , aku hanyalah wanita miskin yang tak pantas engkau cintai “ itu yang ia
ucapkan lirih, saat sapri pergi dengan membanting pintu, pergi entah kemana.
Dan itu hanyalah sebagian kecil hinaan yang nurlela terima,
apa lagi ? ya sakit itu bertambah parah dengan perlakuan orangtuanya yang
memandang sebelah mata , dalam tangis ia mengadu : Apa salahku Tuhan, kau beri
aku banyak kesedihan setelah ada suatu kebahagiaan yang kau berikan ?
Hinaan dari mertuanya yang mengatakan bahwa sapri bodoh
untuk menjdikan nurlela sebagai isterinya, rasanya hatinya waktu itu seperti di
rajam ribuan pisau saking sakitnya, juga kerap ia di tuding maling dan jahat ,
sungguh sebuah hal yang amat menyakitkan yang ia alami, beginilah, wanita
miskin selalu di anggap miskin, padahal kemiskinan yang nyata adalah tidak
adanya rasa kasih sayang pada diri seseorang atas orang lainnya, ia hanya
menangis tersedu.
Deritanya tak kunjung reda, saat sapri akhirnya
menceraikannya, walaupun nurlela mencoba bertahan atas apa yang terjadi selama
ini, demi suami dan juga anak – anaknya. Apa boleh buat akhirnya perceraian itu
terjadi juga, ia tinggalkan seseorang yang selama ini ia mengerti dan cintai,
tetapi apa mau di kata, inilah nasibku “.
Tak kepalang derita yang ia alami , suami pergi , danjuga
anak – anaknya yang tak dapat ia rawat, malah ia mendapat lebih hinaan atas
keinginannya untuk merawat anak – anak yang di lahirkannya, apa yang ia dengar
di telinganya , mungkin lebih dari tusukan tajamnya belati “ Apa kau bisa
merawatnya, kau sendiri susah makan , apalagi untuk merawat anak – anakmu,
biarkan mereka di sini agar terawat
dengan baik “ kalimat itu berdengung menyesakan telinganya , terasa pening
kepalanya, ia alihkan pandanganya, sekarang titik hujan mulai menetes , masih
rintik.
Do’a
Nurlela masih terlena dalam ingatan masa lalunya, kesedihan
yang dalam yang ia alami, mengusap titik hujan , juga seperti matanya yang
mengalirkan butiran airmata dari sudut matanya, menghela napas ia masih berdiri
memandang awan, ia leraikan butiran air hujan yang menerpanya, dadanya tampak
turun naik , menahan kesedihan yang ia rasakan.
Rasa rindu atas anak – anak yang ia lahirkan, ingin rasanya
ia teriakan itu pada langit yang hitam, pergilah agar matahari dapat menepi,
memamerkan keindahan atas cahayanya dan juga memberi banyak harapan atas
hidupnya, airmatanya melelehi pipinya yang bersemu merah menahan tangis, serasa
ia dekap anak – anak yang ia sayangi dan entah sudah sebesar apa sekarang ,
lagi – lagi ia menangis tertahan.
Nurlela masih ingat, saat ia pergi dengan tangisnya, juga
tangis dari anak – anak yang mengasihinya, ah ! ia terlihat terpejam , menahan
kesedihan yang dalam “ Anak – anakku , semoga kalian ada dalam lindungan Tuhan,
Do’a kanlah ibumu dan berdo’alah suatu saat kita akan bertemu , seperti dulu,
walau ada penghalang di antara kita” mengusap lelehan airmata yang seakan makin
deras dan meluruhkan kesedihan yang ia rasa.
Ya,ia pergi , terlunta dan akhirnya ia bekerja sebagai
pembantu, lumayan untuk menyambung hidup, daripada melakukan hal – hal yang
tidak baik, berat memang , tapi ia coba sadari
inilah jalan yang ia punya , dan juga beruntung sang majikan adalah
orang baik dan bijaksana, ia kadang mengingatkan nurlela agar jangan terlalu
kerja keras agar tak kelelahan, masih dalam tangis ia bersyukur “ Terima kasih
tuhan, kau beri seseorang yang baik untuk diriku yang malang.
Dan keberuntungan lain datang, tadinya ia nggak percaya ,
saat seorang pemuda bertandang ke rumah majikannya, lalu saat malam ia di
panggil majikannya, apa yang majikanya katakan tak ia percaya , apa itu
hanyalah sebuah kebohongan ?
Ya, Pemuda tersebut ingin menikahinya, ia hanya memandang
sang majikan nggak percaya, majikannya tersenyum “ Sungguh itu Nur, Ia adalah
pemuda baik, nggak mungkin ia akan menyakitimu, sekarang tinggal bagaimana
jawabanmu, ia sudah siap kok ? masih dalam tanya , tetapi sang majikan
mendesaknya, ya, nurlela anggukan kepala, ia berharap , apa yang di katakan
majikannya benar adanya, dia, Komo
nama pemuda itu adalah benar pemuda baik.
Dan akhirnya mereka menikah, dikaruniai seorang anak yang
lucu, ya nurlela seakan terbayar, apa yang membuatnya luka kadang hilang
tersapu kebahagiaan yang sekarang ia miliki lagi, walaupun sesekali , rasa
rindu akan anak – anaknya dengan Sapri muncul dan seakan memanggil –
manggilnya.
Hujan tampak akan deras saat kenangan nurlela
terbuyarkan panggilan Rihana anak
semata wayangnya yang berteriak lucu juga suaminya Komo “ Mah, sedang apa hari sudah hujan, cepatlah masuk ! teriaknya.
Nurlela menyeka air matanya membalikan badannya menuju anak dan suaminya ,
mendekap keduanya dengan erat seakan tak ingin ia lepaskan , masuk rumah kala
hujan makin deras , ia menangis saat suaminya bertanya .
Comments
Post a Comment